Dina Siswati : Saat Dipecat, Saya Sedang Hamil dan Tidak Mendapat Pesangon Apapun
SAMARINDA - Permasalahan antara Dina Siswati dan manajemen PT Samaco
selaku pengelola Mahakam Lampion Garden (MLG) masih terus bergulir di
Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Samarinda, bahkan luapan kekesalahan hati
yang pernah dilontarkan Dina (pekerja-red) pernah menjadi viral di media
sosial.
Dina menceritakan, pada Mei 2017 kontraknya berakhir. Mulai saat itu Dina bekerja dengan status karyawan harian. Perubahan status itu tanpa pemberitahuan lisan atau tulisan kepadanya. Saat itu dia bekerja dengan upah harian.
Kemudian, awal Juli 2017 dia baru diberitahu bahwa kontraknya tidak diperpanjang. Alasannya, karena dia diduga memfalisitasi karyawan lain menuntut hak mereka lewat Dinas tenaga Kerja (Disnaker) Samarinda.
“Saat dipecat, saya sedang hamil. Dan tidak mendapat pesangon apapun,” ungkap Dina kepada Sapos, kemarin (30/1).
Melalui kuasa hukumnya, Dina lalu mengadukan pemberhentian dirinya ke Disnaker Samarinda. Aduan tersebut akhirnya difasilitasi Disnaker dengan tiga kali pertemuan. Dari ketiga pertemuan itu, tidak ada kesepakatan antara kedua pihak yang bersengketa.
Akhirnya, Disnaker mengeluarkan anjuran kepada PT Samaco untuk mengganti pesangon. Ketentuan tersebut berdasarkan pasal 156 ayat 3 UU Nomor 13 tahun 2003 ketenagakerjaan yakni sebesar Rp 13,8 juta.
“Kami sudah memediator. Tapi tidak ada kesepakatan. Sehingga kami keluarkan anjuran berupa pemberian pesangon,” ungkap tim mediator Disnaker Samarinda, Zulfan Firdaus.
Jika anjuran tersebut tak dipenuhi oleh kedua belah pihak, maka ada mekanisme lain berupa gugatan hubungan industrial di PTUN.
Sementara itu, Pihak PT Samaco yang diwakili, Dian selaku marketing, kepada Sapos mengatakan proses mediasi yang dilakukan kedua pihak yang difasliitasi Disnaker belum menemui kata sepakat. Sehingga prosesnya masih berlanjut.
Soal anjuran Disnaker, bagi Dian masih memberatkan karena pihaknya mengaku memiliki alasan rasional untuk tidak memperpanjang kontrak Dina.
“Ini proses masih berlanjut. Kita siap jika di PTUN-kan,” tegas Dina.
sumber Prokal.co
Dina menceritakan, pada Mei 2017 kontraknya berakhir. Mulai saat itu Dina bekerja dengan status karyawan harian. Perubahan status itu tanpa pemberitahuan lisan atau tulisan kepadanya. Saat itu dia bekerja dengan upah harian.
Kemudian, awal Juli 2017 dia baru diberitahu bahwa kontraknya tidak diperpanjang. Alasannya, karena dia diduga memfalisitasi karyawan lain menuntut hak mereka lewat Dinas tenaga Kerja (Disnaker) Samarinda.
“Saat dipecat, saya sedang hamil. Dan tidak mendapat pesangon apapun,” ungkap Dina kepada Sapos, kemarin (30/1).
Melalui kuasa hukumnya, Dina lalu mengadukan pemberhentian dirinya ke Disnaker Samarinda. Aduan tersebut akhirnya difasilitasi Disnaker dengan tiga kali pertemuan. Dari ketiga pertemuan itu, tidak ada kesepakatan antara kedua pihak yang bersengketa.
Akhirnya, Disnaker mengeluarkan anjuran kepada PT Samaco untuk mengganti pesangon. Ketentuan tersebut berdasarkan pasal 156 ayat 3 UU Nomor 13 tahun 2003 ketenagakerjaan yakni sebesar Rp 13,8 juta.
“Kami sudah memediator. Tapi tidak ada kesepakatan. Sehingga kami keluarkan anjuran berupa pemberian pesangon,” ungkap tim mediator Disnaker Samarinda, Zulfan Firdaus.
Jika anjuran tersebut tak dipenuhi oleh kedua belah pihak, maka ada mekanisme lain berupa gugatan hubungan industrial di PTUN.
Sementara itu, Pihak PT Samaco yang diwakili, Dian selaku marketing, kepada Sapos mengatakan proses mediasi yang dilakukan kedua pihak yang difasliitasi Disnaker belum menemui kata sepakat. Sehingga prosesnya masih berlanjut.
Soal anjuran Disnaker, bagi Dian masih memberatkan karena pihaknya mengaku memiliki alasan rasional untuk tidak memperpanjang kontrak Dina.
“Ini proses masih berlanjut. Kita siap jika di PTUN-kan,” tegas Dina.
sumber Prokal.co
Post a Comment