BPKN : Bank Tidak Dapat Menyita Rumah Menunggak Tanpa Memegang Sertifikat Asli
BATAM - Wakil ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rolas Budiman Sitinjak S.H,M.H,IPC,CI.A menyebutkan mengenai masalah perumahan ini sudah masif di Republik Indonesia. Pasalnya di daerah Jakarta sekitarnya dan kota-kota besar seperti Medan, Surabaya, dan Makasar mengalami permasalahan yang sama.
"Khusus mengenai pengaduan warga, ada 6 jenis pengaduan yang masuk sama kita, 5 dari perumahan dan 1 perbankan," ujar Rolas, usai melakukan sosialiasi kunjungan kerja pengaduan konsumen di DPRD kota Batam, di perumahan Tembesi Raya, RT 03, RW 20, Rabu (31/7/2019) malam, sekitar pukul 19.00 wib.
Rolas menyebutkan, BPKN saat ini sedang berjuang dan berusaha untuk memastikan negara ikut serta hadir di dalam agar konsumen mendapatkan haknya. Karena permasalahan yang sering masuk atau yang diterima BPKN, khususnya pada sektor perumahan lebih tinggi atau banyak.
"Jadi, kita lihat tidak ada yang bertanggung jawab, izin dari Bupati, Walikota, Gubernur, Menteri PUPR, Pembiayaan dari Perbankan. Jadi siapa yang dapat bertanggungjawab akan hal ini, Negara dimana soal ini. Ini yang menjadi konsep dari BPKN bahwa negara harus adil memastikan konsumen harus mendapatkan haknya." Jelasnya.
Menurut Rolas, pengaduan yang diterima oleh BPKN dari seluruh Indonesia saat ini lebih besar untuk sektor perumahan yakni sebesar 75 %, dan untuk seluruh Indonesia ribuan berkas yang sudah masuk di BPKN.
"Langkah-langkah yang akan diambil dari BPKN adalah mengundang stekholder baik pelaku usaha, pemerintah setempat, bahkan lembaga pembiayaan dan Bank maupun OJK sebagai lembaga pengawas. Yang biasa kita lakukan agar konsumen mendapatkan haknya," katanya.
Lanjutnya, menurut pihaknya apabila ini mengenai sektor pembiayaan bank, biasanya OJK sangat membatu BPKN. Dan terkait koperasi mungkin rumah-rumah yang di KPR kan tetapi tidak sertifikat.
"Kan perbankan sekarang ini membiayai rumah bodong, sertifikat dia tidak pegang, tapi dia berani membiayai atau di KPR i, di seluruh Indonesia ini sudah masif," pungkasnya.
Diwaktu acara tanya jawab sosialisasi tersebut, salah warga sempat menceritakan pengalamannya saat berurusan disalah satu bank tepatnya di BTN Syariah.
Ia mengaku sebagai konsumen tidak bisa bayar mau pun telat dalam pembayaran, tindakan apa yang akan di lakukan dari pihak bank (tanya warga selaku konsumen kepada customer service bank BTN syariah). 'Kami akan melakukan penyitaan rumah bapak, ketika bapak tidak dapat melakukan pembayaran lagi (jawab customer service dari bank BTN Syariah).' ucap warga itu.
Jadi sebelum dilakukan penyitaan dari pihak bank, dirinya pernah meminta fotocopy legalitas rumahnya tersebut pada pihak bank yang akan menyita, akan tetapi pihak bank berdalih bahwa sertifikat yang dimaksud belum siap dan pihak bank tidak ada memegang sertifikat tersebut.
"Apa yang akan kami lakukan pak," tanya warga itu.
Rolas pun menjawab warga itu, dengan mengatakan bahwa pihak Bank tidak berhak untuk menyita rumah, bila pihak bank tersebut belum memegang sertifikat rumah dimaksud.
"Contohnya ada depelover yang meminjam uang untuk membangun perumahan ke bank, tetapi pihak depelover tersebut mengajukan pinjaman lagi ke bank lain dengan mengagunkan sertifikat rumah ke bank lain karena KPR belum lunas, dan itulah rumah yang tidak bisa disita bank tersebut karena mereka tidak memiliki sertifikat," tuturnya.
Editor redaksi
Liputan Ronal.
"Khusus mengenai pengaduan warga, ada 6 jenis pengaduan yang masuk sama kita, 5 dari perumahan dan 1 perbankan," ujar Rolas, usai melakukan sosialiasi kunjungan kerja pengaduan konsumen di DPRD kota Batam, di perumahan Tembesi Raya, RT 03, RW 20, Rabu (31/7/2019) malam, sekitar pukul 19.00 wib.
Rolas menyebutkan, BPKN saat ini sedang berjuang dan berusaha untuk memastikan negara ikut serta hadir di dalam agar konsumen mendapatkan haknya. Karena permasalahan yang sering masuk atau yang diterima BPKN, khususnya pada sektor perumahan lebih tinggi atau banyak.
"Jadi, kita lihat tidak ada yang bertanggung jawab, izin dari Bupati, Walikota, Gubernur, Menteri PUPR, Pembiayaan dari Perbankan. Jadi siapa yang dapat bertanggungjawab akan hal ini, Negara dimana soal ini. Ini yang menjadi konsep dari BPKN bahwa negara harus adil memastikan konsumen harus mendapatkan haknya." Jelasnya.
Menurut Rolas, pengaduan yang diterima oleh BPKN dari seluruh Indonesia saat ini lebih besar untuk sektor perumahan yakni sebesar 75 %, dan untuk seluruh Indonesia ribuan berkas yang sudah masuk di BPKN.
"Langkah-langkah yang akan diambil dari BPKN adalah mengundang stekholder baik pelaku usaha, pemerintah setempat, bahkan lembaga pembiayaan dan Bank maupun OJK sebagai lembaga pengawas. Yang biasa kita lakukan agar konsumen mendapatkan haknya," katanya.
Lanjutnya, menurut pihaknya apabila ini mengenai sektor pembiayaan bank, biasanya OJK sangat membatu BPKN. Dan terkait koperasi mungkin rumah-rumah yang di KPR kan tetapi tidak sertifikat.
"Kan perbankan sekarang ini membiayai rumah bodong, sertifikat dia tidak pegang, tapi dia berani membiayai atau di KPR i, di seluruh Indonesia ini sudah masif," pungkasnya.
Diwaktu acara tanya jawab sosialisasi tersebut, salah warga sempat menceritakan pengalamannya saat berurusan disalah satu bank tepatnya di BTN Syariah.
Ia mengaku sebagai konsumen tidak bisa bayar mau pun telat dalam pembayaran, tindakan apa yang akan di lakukan dari pihak bank (tanya warga selaku konsumen kepada customer service bank BTN syariah). 'Kami akan melakukan penyitaan rumah bapak, ketika bapak tidak dapat melakukan pembayaran lagi (jawab customer service dari bank BTN Syariah).' ucap warga itu.
Jadi sebelum dilakukan penyitaan dari pihak bank, dirinya pernah meminta fotocopy legalitas rumahnya tersebut pada pihak bank yang akan menyita, akan tetapi pihak bank berdalih bahwa sertifikat yang dimaksud belum siap dan pihak bank tidak ada memegang sertifikat tersebut.
"Apa yang akan kami lakukan pak," tanya warga itu.
Rolas pun menjawab warga itu, dengan mengatakan bahwa pihak Bank tidak berhak untuk menyita rumah, bila pihak bank tersebut belum memegang sertifikat rumah dimaksud.
"Contohnya ada depelover yang meminjam uang untuk membangun perumahan ke bank, tetapi pihak depelover tersebut mengajukan pinjaman lagi ke bank lain dengan mengagunkan sertifikat rumah ke bank lain karena KPR belum lunas, dan itulah rumah yang tidak bisa disita bank tersebut karena mereka tidak memiliki sertifikat," tuturnya.
Editor redaksi
Liputan Ronal.
Post a Comment