Diduga Memanipulasi Blangko APHT Kosong, Putusan MA Sebut Perbuatan Melawan Hukum
BATAM - Terkait kasus sengketa Debitur dan kreditur PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Barelang Mandiri, Notaris Andreas Timoty pun turut digugat oleh Debitur karena telah memproses dua Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) setelah kematian almarhum debitur Renjana Surjadi Ginting.
Dalam putusan nomor 224 K/Pdt/2020 yang sudah inkracht di tingkat kasasi, kedua Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) yang diterbitkan notaris Andreas Timoty dinilai cacat hukum. Pasalnya, penerbitan kedua APHT itu dilakukan setelah almarhum Renjana Sujadi Ginting meninggal dunia pada 13 September 2013, sedangkan APHT itu yakni Akta 2249/2013 dan Akta 2250/2013 tertanggal 23 Oktober 2013.
Notaris Andreas Timoty saat disambangi awak media ini dikantornya yang beralamat di komplek pertokoan Harmony, jalan Raden Patah blok A nomor 9, enggan memberikan keterangan. Dirinya mengatakan bahwa permasalahan tersebut sudah sangat lama, dan kesepakatan juga sudah terjadi antara debitur dan kreditur.
"Pengacaranya sudah ada beberapa kali datang pak, dan kesepakatan sudah ada," ujar Andreas, saat menyambut awak media ini, di ruang tamunya, Kamis (11/5/2023) siang.
Ditanya terkait Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) yang diterbitkan setelah kematian debitur, Andreas enggan memberikan keterangan.
"Kami tidak bisa lagi memberikan keterangan yang sudah berproses hukum. Kalau bapak mau memberitakan ini, saya kira kurang tepat, tapi kalau proses eksekusinya, silahkan. Kawan kita banyak kok media. Dan jangan menulis yang aneh-aneh, saya juga bisa kritik loh," katanya.
Lanjutnya lagi, terkait APHT tersebut dirinya mengklaim bahwa pembuatan APHT itu karena adanya surat kuasa dari debitur.
Sebelumnya, Rendy Sahputra Ginting salah satu ahliwaris debitur alamarhum Renjana Surjadi Ginting mengaku heran dengan APHT yang dikeluarkan notaris Andreas Timoty.
"Heran saja bang, kok bisa APHT itu dibuat setelah ayah saya meninggal dunia dengan alasan adanya persetujuan almarhum ayah saya. pasalnya Hakim Mahkamah Agung saja menilai itu merupakan Perbuatan Melawan Hukum, hal itulah yang membuat kami keluarga melalui pengacara ikut menggugat notaris Andreas Timoty," ucapnya.
Rendy juga menduga ada manipulasi data atau tanda tangan almarhum ayahnya saat pembuatan APHT tersebut. "Soalnya ayah kami kan meninggal tanggal 19 September 2013, tapi akta nya keluar tanggal 23 Oktober 2013, ada jeda waktu hampir 1 bulan lebih. Wajarlah kita menduga ada apa ini." tutur Rendy, mengakhiri perbincangannya.
Editor red/Sentralnews.com
Post a Comment